Di sekitar kita banyak sekali para wirausaha yang gigih menjalankan usaha sendiri. Mereka memiliki pendapatan beragam, jenis usaha beraneka rupa, dan stabilitas usaha diberbagai tingkatan yang umumnya bergerak sendiri-sendiri. Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, telah diatur kriteria dari masing-masing skala usaha, seperti besar kekayaan bersih usaha (selain tanah dan bangunan tempat usaha) dan hasil penjualan tahunan. Usaha yang memiliki kekayaan bersih di atas Rp 10 miliar atau hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 50 miliar, termasuk dalam golongan korporasi. Di bawah ukuran itu, termasuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM tercatat bahwa jumlah UMKM di Indonesia sekitar 57 juta usaha (± 99,99 %) dari total jumlah usaha di Indonesia. Dari sisi jumlah, UMKM mendominasi usaha di Indonesia. Jika dihitung dari sisi serapan tenaga kerja, pada 2012 UMKM dapat menyerap ± 91 % tenaga kerja di Indonesia. Sisanya, diserap korporasi. Sedangkan jika diukur dari sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012, sumbangan UMKM terhadap perekonomian Indonesia sekitar 60,34 % (sumbangan UMKM sebesar Rp 5.440 triliun dengan besaran PDB Indonesia sebesar Rp 9.014 triliun) (sumber: www.depkop.go.id).
“Kita membutuhkan sedikitnya 2 % wirausaha agar perekonomian Indonesia berjalan optimal. Namun saat ini jumlah wirausaha di negara kita hanya 1,56 % saja. Artinya kita masih membutuhkan sekitar satu juta lagi wirausaha untuk mencapai target 2 % tersebut.” jelas Menteri Negara Koperasi dan UKM, Bapak Puspayoga, saat membuka Pelatihan Kewirausahaan bertema “Naik Kelas Melalui Perencanaan yang Matang” di Gedung SMESCO pada 25 November 2014.
Sebagian besar UMKM di Indonesia bergerak di bidang perdagangan. Semakin besar modal yang dimiliki pelaku usaha, maka kesempatan untuk meningkatkan usahanya juga semakin besar. Namun, baru sekitar 70 % UMKM yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal.
Lembaga keuangan formal memiliki aturan/batasan yang ketat (mengingat prinsip kehati-hatian), termasuk dalam hal pinjaman atau kredit. Ada syarat tertentu yang harus dipenuhi calon peminjam dana, antara lain jaminan (agunan) dan laporan keuangan. Kedua syarat ini umumnya belum dapat dipenuhi usaha mikro (yang biasanya menjalankan bisnis secara sederhana), padahal usaha mikro adalah yang paling membutuhkan modal usaha. Dengan permodalan yang semakin kuat, maka kesempatan usaha mikro untuk berkembang semakin terbuka. Sehingga peluang untuk meningkat menjadi usaha kecil dan menengah akan semakin terbuka. Dalam Statistik Perbankan Indonesia Desember 2014 disebutkan, kredit UMKM terus tumbuh. Per akhir 2012, kredit UMKM sebesar Rp 526,397 triliun dan jumlah ini meningkat menjadi Rp 608,823 triliun per akhir 2013 dan Rp 671,721 triliun per akhir 2014.
Beberapa lembaga keuangan formal telah menawarkan program kredit bagi usaha Mikro Kecil dan Menengah dengan bunga yang relatif rendah (bersaing), seperti BRI dengan Pinjaman Kupedes dan Kredit Usaha Rakyat (KUR); Bank Mandiri dengan Mandiri Kredit Mikro; dan Bank Indonesia dengan Kredit UMKM. Atau lembaga yang berada dibawah naungan Kementerian seperti Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Semua ditujukan untuk mendukung berbagai keperluan pembiayaan usaha Anda.