Menurut Valeton (1921), marga Nicolaia yang terdapat di Indonesia ada 13 jenis yaitu Nicolaia anthodioides, Nicolaia atropurpurea, Nicolaia diepenhorstii, Nicolaia gracilis, Nicolaia grandiligulata, Nicolaia hemisphaerica Horan, Nicolaia heyniana, Nicolaia intermedia, Nicolaia rostrata, Nicolaia lorzïngii, Nicolaia solaris Horan, dan Nicolaia speciosa Horan.
Kecombrang termasuk dalam divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledone, bangsa zingiberales, suku zingiberaceae, marga Nicolaia, dan jenis Nicolaia speciosa Horan. Setiap daerah mempunyai nama khusus untuk kecombrang, misalnya Kala (Gayo), Puwar kijung (Minangkabau), Kecombrang (Jawa Tengah), Honje (Sunda), Atimengo (Gorontalo), Katimbang (Makasar), Salahawa (Seram), Petikala (Ternate dan Tidore) (Anonim a, 2006). Kecombrang secara umum juga disebut sebagai Kantan di wilayah Malaya (Sudarsono, 1994).
Tanaman kecombrang merupakan tanaman tahunan yang berbentuk semak dengan tinggi 1-3 m. Tanaman ini mempunyai batang semu, tegak, berpelepah, membentuk rimpang, dan berwarna hijau. Daunnya tunggal, lanset, ujung dan pangkal runcing tetapi rata, panjang daun sekitar 20-30 cm dan lebar 5-15 cm, pertulangan daun menyirip, dan berwarna hijau. Bunga kecombrang merupakan bunga majemuk yang berbentuk bongkol dengan panjang tangkai 40-80 cm (Gambar 2.1). Panjang benang sari ± 7,5 cm dan berwarna kuning. Putiknya kecil dan putih. Mahkota bunganya bertaju, berbulu jarang dan warnanya merah jambu. Biji kecombrang berbentuk kotak atau bulat telur dengan warna putih atau merah jambu. Buahnya kecil dan berwarna coklat. Akarnya berbentuk serabut dan berwarna kuning gelap (Syamsuhidayat, 1991).
Pada dasarnya, yang disebut dengan bunga kecombrang adalah suatu karangan bunga yang terdiri atas bagian bunga, daun pelindung, daun gagang, daun gantilan, kelopak, mahkota, putik, dan buah (Sudarsono, 1994). Bunga kecombrang adalah bunga majemuk yang terdiri atas bunga-bunga kecil di dalam karangan bunga dan muncul pada saat bunga sudah tua.
Senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman, sebagian besar diketahui merupakan metabolit sekunder tanaman, terutama dari golongan fenolik dan terpena dalam minyak atsiri. Sebagian besar metabolit sekunder dibiosintesis dari banyak metabolit primer seperti dari asam-asam amino, asetil ko-A, asam mevalonat, dan metabolit antara (Herbert, 1995).
Komponen bioaktif pada ekstrak kecombrang berbeda-beda sesuai dengan polaritasnya. Komponen fitokimia ekstrak heksana terdiri dari steroid, triterpenoid, alkaloid, dan glukosida. Komponen fitokimia ekstrak etil asetat adalah steroid, terpenoid, alkaloid, flavonoid, dan glikosida. Sedangkan ekstrak etanol menghasilkan komponen fenolik, terpenoid, alkaloid, saponin, dan glikosida.
Menurut Valianty (2002), potensi antibakteri yang paling tinggi terdapat pada kelopak bunga optimal sehingga bunga kecombrang yang dipakai dalam penelitian adalah bunga kecombrang optimal.
Ekstrak kecombrang yang dipakai dalam penenelitian ada dua jenis yaitu ekstrak segar dan ekstrak rebus. Bunga kecombrang diekstrak menggunakan air. Pemakaian air sebagai pelarut bertujuan untuk memudahkan pembuatan ekstrak. Air merupakan pelarut yang bersifat polar, sehingga diharapkan dapat mengekstrak komponen-komponen polar dengan baik. Komponen polar yang ada dalam bunga kecombrang adalah fenolik, terpenoid, alkaloid, saponin, dan glikosida (Naufalin, 2005).
a. Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik merupakan substansi yang mempunyai cincin aromatik dengan satu atau lebih substansi gugus hidroksil dan alkil. Senyawa ini diklasifikasikan menjadi tiga kelompok : fenol sederhana (vanilin, gingero, shogaol, guaiakol, dan eugenol) dan asam fenol (ρ-kresol, 3-etilfenol, hidrokuinon, asam galat, dan siringit), turunan asam hidroksisinamat (ρ-kumarin, kafein dan ferulin) dan flavonoid (antosianin, flavonon, flavanon, flavanol, dan tanin) (Gould 1995).
Penelitian mengenai aktivitas antimikroba dari golongan fenolik tanaman telah banya dilakukan, diantaranya oleh Abram dan Donko (1999), Haraguchi et al. (1998). Senyawa fenolik tanaman telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif seperti Staphylococcus sp. dan Bacillus sp. ataupun terhadap bakteri Gram negatif seperti Pseudomonas sp. dan kelompok bakteri koliform (Haraguchi et al. 1998).
b. Senyawa Terpenoid
Senyawa terpenoid terbentuk sebagai metabolit sekunder dari tanaman melalui jalur piruvat, asetil ko-A, asam mevalonat lalu dihasilkan senyawa-senyawa terpenoid (Man, 1987) yang dikenal sebagai penyusun minyak atsiri. Terpenoid mempunyai rumus dasar (C5H8)n atau dengan satu unit isoprene-2 metil-2,3 butadiena. Jumlah n menunjukkan klasifikasi terpenoid dikenal engan monoterpena, seskuiterpen, diterpena, tetraterpena, dan politerpena (Teisser, 1994). Senyawa terpenoid yang mempunyai aktivitas antimikroba antara lain adalah borneol, sineol, pinene, kamfene, dan kamfor (Conner, 1993), merediol, linalool, indol, dan kadinen (Kubo et al. 1993). Senyawa ini efektif untuk menghambat pertumbuhan B. Subtilis, Staphylococcus aureus dan E. coli.
c. Senyawa Alkaloid
Secara umum alkaloid dari tanaman telah terbukti memiliki aktivitas antimikroba, diantaranya klausenalena bersifat antibakteri terhadap B. Subtilis, Salmonella lutea, P. Vulgaris, E. coli, dan Staphylococcus aureus, dan murayanol juga memiliki aktivitas antimikroba terhadap S. Aureus, E. coli, dan Candida parapsilasis (Ramsewak et al. 1999).
d. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan suatu kelompok penentu bau (odours)¸ larut dalam alkohol dan kurang larut dalam air dan terdiri dari campuran ester, aldehid, keton, dan terpenoid (Nychas & Tassou, 2000), sedangkan oleoresin terdiri dari minyak atsiri, resin organik larut dan bahan-bahan lainnya yang ada pada rempah dan juga asam lemak non volatil (Farrel, 1990).
Senyawa antimikroba di dalam tanaman umumnya terdapat dalam fraksi minyak atsiri, yang diperoleh dari bahan tanaman melalui destilasi uap dan atau perlakuan dingin dan destilasi vakum (Farrel, 1990). Sebagian besar senyawa fenolik terutama kumarin, flavonoid, dan minyak esensial yang ditemukan di dalam tanaman obat, tanaman jamu dan rempah-rempah memiliki fungsi sebagai antimikroba (Nychas & Tassou, 2000).
Sumber:
Valeton, T. 1921. Description of New Interesting Species. Bulletin du Jardin Botanique Buitenzorg. Department van Lanbow, Bogor.
Sudarsono. 1994. Revisi Marga Nicolaia (Zingiberaceae). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syamsuhidayat, S.S. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta.
Anonim a. 2005. Banyak Produk Mie Basah Menggunakan Formalin. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/30/daerah.
Anonim b. 2013. Available at : http://id.wikipedia.org/wiki/Kecombrang (diakses tanggal 05 Agustus 2013)
Shahidi, F. dan M. Naczk. 1995. Food Phenolics. Technomic pub. Co. Inc. Lancester-Basel.
Pratt, D.E. dan B.J.F. Hudson. 1990. Natural Antioxidants not Exploited Comercially. Di dalam : B.J.F. Hudson.(Eds.). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.
Koensoemardiyah.1992. Biosintesa Metabolit Sekunder. Penerbit Universitas Semarang, Semarang.
Herbert, R.B. 1995a. Biosintesis Metabolit Sekunder. Penerjemah: Srigandono, B. Semarang: IKIP Press.
Haraguchi, H. et al. 1998. Antifungal Activity From A. galanga and The Competition for Incorporation of Unsaturated Fatty Acid in Cell Growth. Plant Med. 62(4):308.
Abram V, Donko M. 1999. Tentative Identification of Polyphenols in Sempervivium Tectorum and Assessment of the Antimicrobial Activity of Sempervivium L. J Agric Food Chem 47(2):485-489.
Gould GW. 1995. New Method of Food Preservation . London: Blackie Acadamic and Professional Pub.
Teisser PJ. 1994. Chemistry of Fragment Substance. New York : VHC Pub1 Inc.
Kubo A. Lunde CS, Kubo I. 1994. Antimicrobial Activity of Olive Oil Falvour Compounds. J Agric Food Chem 40(6):999-1003
Ramsewak RS, Nair MG, Strasburg GM, Dewit Dl, dan Nitiss JL. 1999. Biologically Active Carbazole Alkaloids from Murraya Koeniglii. J Agric Food Chem 47(2):444-447.