Pewarna makanan merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan untuk meningkatkan daya tarik visual produk pangan. Pewarna dapat berasal dari bahan alami maupun sintetis. Bagi pelaku usaha, pemahaman tentang regulasi dan penggunaan pewarna yang aman sesuai standar menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan yang diproduksi.
Pewarna sebagai Bahan Tambahan Pangan
Pewarna makanan adalah zat atau campuran yang ditambahkan pada makanan untuk memberikan atau memperbaiki warna. Pewarna dibagi menjadi dua jenis utama:
-
Pewarna Alami: Diperoleh dari bahan-bahan alami seperti tumbuhan, hewan, atau mineral, contohnya kunyit (kurkumin), daun suji (klorofil), dan bit merah (betalain).
-
Pewarna Sintetis: Diproduksi secara kimia di laboratorium, seperti tartrazin (warna kuning) atau sunset yellow (warna jingga).
Perbedaan Pewarna Alami dan Sintetis
Aspek |
Pewarna Alami |
Pewarna Sintetis |
Asal |
Dari tumbuhan, hewan, atau mineral |
Dari bahan kimia sintetis |
Keawetan |
Kurang stabil terhadap cahaya/panas |
Lebih murah |
Harga |
Lebih mahal |
Lebih murah |
Keamanan |
Umumnya aman, bergantung pada dosis |
Harus sesuai regulasi untuk aman |
Regulasi BPOM tentang Pewarna
BPOM telah menetapkan peraturan terkait penggunaan pewarna dalam pangan melalui Peraturan Kepala BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan. Berikut poin-poin penting yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha:
-
Daftar Pewarna yang Diizinkan: BPOM menetapkan daftar pewarna sintetis dan alami yang dapat digunakan dalam pangan, seperti:
-
Pewarna alami: kurkumin, klorofil, antosianin.
-
Pewarna sintetis: tartrazin, ponceau 4R, brilliant blue.
-
-
Batas Maksimal Penggunaan:
-
Setiap pewarna memiliki ambang batas maksimal penggunaannya untuk mencegah efek toksik. Contoh: Tartrazin (E102) memiliki batas maksimal penggunaan 100 mg/kg pada minuman ringan.
-
-
Larangan Penggunaan Bahan Berbahaya sebagai Pewarna:
-
Pewarna yang dilarang meliputi pewarna non-pangan seperti rhodamin B (warna merah) dan methanil yellow (warna kuning).
-
Menggunakan pewarna non-pangan dapat dikenai sanksi hukum.
-
-
Labeling (Pelabelan):
-
Produk pangan yang menggunakan pewarna harus mencantumkan nama pewarna di label komposisi, lengkap dengan nomor Colouring Index (CI)-nya (jika pewarna sintetis).
-
Pentingnya Mengikuti Regulasi
Penggunaan pewarna yang tidak sesuai peraturan dapat membahayakan konsumen dan menurunkan reputasi usaha. Beberapa risiko yang dapat terjadi akibat penggunaan pewarna berlebih atau pewarna non-pangan antara lain:
-
Gangguan kesehatan seperti alergi, hiperaktivitas, atau bahkan kerusakan organ dalam jangka panjang.
-
Penarikan produk dari pasar (product recall) dan denda dari pihak berwenang.
Tips Bagi Pelaku Usaha
-
Gunakan Pewarna yang Terdaftar: Pilih pewarna yang memiliki nomor ijin edar BPOM RI MD atau BPOM RI ML dan sesuai kebutuhan produk Anda.
-
Pastikan takaran pewarna yang digunakan sesuai dengan peraturan: untuk mengetahui batasan penggunaan pewarna dapat melalui aplikasi Ayo Cek BTP ( Android apps)
-
Eksplorasi Pewarna Alami: Pewarna alami dapat meningkatkan daya saing produk di pasar.
-
Edukasi Konsumen: Informasikan penggunaan pewarna aman pada label produk untuk membangun kepercayaan konsumen.
Kesimpulan
Sebagai pelaku usaha, penggunaan pewarna sebagai Bahan Tambahan Pangan harus dilakukan dengan bijak dan sesuai peraturan BPOM. Hal ini tidak hanya untuk memenuhi standar keamanan pangan tetapi juga menjaga kesehatan konsumen dan keberlanjutan bisnis Anda. Dengan mengikuti regulasi, Anda dapat menciptakan produk pangan yang tidak hanya menarik secara visual sehingga meningkatkan nilai jual produk, tetapi juga harus aman dan bermutu.
Referensi:
-
Badan POM. (2019). Peraturan Kepala BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan.
-
EFSA Panel on Food Additives. (2013). Safety assessment of Tartrazine (E102).
-
Jurnal Teknologi Pangan Indonesia. (2022). Inovasi Pewarna Alami pada Produk Lokal.
-
Journal of Food Science. (2021). Natural pigments as a safe alternative for synthetic dyes.