Tempe merupakan produk fermentasi dari kacang kedelai oleh kapang. Dalam pembuatannya, tempe membutuhkan inokulum. Inokulum adalah kultur mikroba yang diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada saat kultur mikroba tersebut berada dalam fase pertumbuhan eksponensial. Inokulum pada tempe terutama terdiri dari mikroba yang tergolong dalam jenis kapang, antara lain adalah Rhizopus oligosporus, R. stolonifer, R. orizae, R. arrichus, Mucor rouxii, Mucor javanicus. Proses fermentasi kapang ini membutuhkan karbohidrat sebagai sumber makanannya kemudian kapang ini akan menghasilkan enzim proteolitik yang dapat memecah protein menjadi asam amino yang lebih mudah dicerna oleh tubuh.
Pembuatan inokulum tempe masih bersifat tradisional, karena hanya memerlukan bahan dan alat yang cukup sederhana dan pembuatan dapat menggunakan alat-alat sederhana. Pembuatan inokulum tempe yang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan tepun terigu dan beras setengah matang, sedangkan pada cara 2 langsung menggunakan isolat kapang tempe.
Beras dalam campuran ini berfungsi sebagai substrat bagi pertumbuhan kapang yang dinginkan agar kapang tersebut dapat mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan optimalnya. Penambahan tepung terigu tersebut dilakukan sebab tepung terigu mengandung protein yang tinggi untuk kebutuhan nutrisi kapang sehingga kandungan protein dalam inokulum bertambah. Apabila tidak dilakukan penambahan tepung terigu, maka ketika sumber protein yang terdapat pada inokulum telah habis maka enzim yang dihasilkan oleh kapang akan menumpuk, yang dilakukan adalah pengujian proteolitik.
Proses pembuatan inokulum tempe, seringkali dilakukan pengeringan. Hal ini dilakukan sebab mikroorganisme yang ingin ditumbuhkan adalah kapang. Kapang dapat tumbuh pada lingkungan dengan kadar air yang paling rendah dibandingkan jenis mikroorganisme lainnya, yaitu pada Aw 0,80 – 0,86. Maka dari itu, pada pembuatan inokulum dilakukan pengeringan beberapa kali. Keadaan aerob yang kemudian diberikan kepada inokulum dengan membungkusnya dengan plastik akan mencegah kontaminasi bahan dalam hal ini inokulum itu sendiri dengan lingkungan yang mengandung berbagai mikroorganisme lain yang bisa mengganggu pembentukkan kultur inokulum.
Pembuatan inokulum cara 2, kita langsung menggunakan suspensi kapangnya. Pengujian yang dilakukan juga uji proteolitik yaitu melihat seberapa besar peran kapang dalam ragi tempe untuk memecah protein menjadi menjadi senyawa yang lebih sederhana agar lebih mudah dicerna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil yang diperoleh :
-
Adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain pada saat pengerjaan prosedur
-
Bahan yang digunakan kemungkinan besar tidak steril
-
Jenis kultur biakan yang digunakan baik itu biakan murni maupun biakan yang berasal dari tempe yang dikeringkan
-
Substrat yang digunakan untuk menumbuhkan kultur biakan
-
Cara pembuatan inokulum tempe
-
Perlakuan aseptis
-
Waktu dan suhu inkubasi
Aktivitas pemecahan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana disebut dengan reaksi proteolitik. Reaksi ini disebabkan karena adanya enzim protease ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroorganisme proteolitik. Dalam percobaan ini yang bertindak sebagai protein adalah gelatin. Jika reaksi proteolitik terjadi maka gelatin yang ditambahkan bubuk inokulum tersebut akan terurai dan teksturnya yang awalnya beku akan menjadi cair kembali.
Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling dominan. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.
Rhizopus merupakan salah satu jenis kapang yang memiliki aktivitas proteolitik dan tidak menghasilkan toksin. Kemampuan Rhizopus dalam menghasilkan enzim proteolitik bervariasi baik antar spesies maupun antar galur dalam spesies yang sama. Untuk memperoleh enzim dengan aktivitas proteolitik yang tinggi, perlu diperhatikan faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitasnya. Tingkat keasaman (pH) dan suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan aktivitas enzim proteolitik. Setiap enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH lingkungan yang menyebabkan aktivitasnya maksimum. Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme juga mempunyai suhu optimum tertentu untuk mengkatalisis suatu reaksi enzimatis.
Jamur Rhizopus sp. mempunyai ciri-ciri antara lain hifa non septa, membentuk miselium seperti kapas, mempunyai stolon dan rhizoid, dan spora berwarna hitam dan putih. Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin-vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Widianarko, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Rhizopus oligosporus. Available at:www.wikipedia.com (diakses tanggal 14 November 2011)
Buckle, K. A. 1985. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sutikno. 2010. Fermentasi Tempe. Available at: http://sutikno.blog.uns.ac.id (diakses pada tanggal 14 November 2011)
Widianarko, Budi, A. Rika Pratiwi, Ch. Retnaningsih. 2010. Seri Iptek Pangan Volume 1: Teknologi, Produk, Nutrisi & Kemanan Pangan.