Jalan Percetakan Negara No 23 Jakarta 10560 - Indonesia

Artikel, Video dan Module

Memahami Masa Simpan Produk Pangan Olahan dan Cara Mencantumkannya

Okt 31, 2024

by Admin PMPU


Masa simpan merupakan salah satu informasi penting yang harus ada pada setiap produk pangan olahan. Bagi pelaku usaha, memahami konsep masa simpan dan cara mencantumkannya sesuai dengan regulasi adalah kunci untuk memastikan produk tetap aman dikonsumsi dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Artikel ini akan membahas cara menentukan masa simpan produk pangan olahan terkemas, pentingnya mencantumkan informasi tersebut, dan bagaimana BPOM mengaturnya.

Apa Itu Masa Simpan?

Masa simpan adalah jangka waktu di mana suatu produk pangan masih layak dikonsumsi. Masa simpan mencakup aspek keamanan, kualitas gizi, dan rasa produk. Setelah masa simpan berakhir, produk bisa saja mulai kehilangan kualitasnya atau menjadi tidak aman dikonsumsi. Ada dua istilah umum yang sering digunakan:

  • "Baik digunakan sebelum" (Best before): Menunjukkan batas waktu di mana produk masih dalam kondisi terbaiknya dari segi kualitas (rasa, tekstur, nutrisi), tetapi mungkin masih aman dikonsumsi setelahnya jika kondisinya baik.

  • "Gunakan sebelum" (Use by): Produk tidak boleh dikonsumsi setelah tanggal ini karena sudah tidak aman.

Menentukan Masa Simpan Produk

Untuk menentukan masa simpan produk pangan olahan, beberapa faktor harus diperhatikan, diantaranya adalah

1. Karakteristik Produk

Kandungan Air (Water Activity): Produk dengan kandungan air tinggi biasanya lebih mudah rusak dibandingkan produk kering. Pengendalian kadar air dalam produk sangat penting untuk memperpanjang masa simpan.

Kandungan Nutrisi: Beberapa nutrisi, seperti vitamin C, sangat sensitif terhadap panas, cahaya, dan oksigen, sehingga dapat mempengaruhi kualitas produk selama penyimpanan.

pH dan Keasaman: Produk dengan pH rendah (asam) cenderung memiliki masa simpan yang lebih lama karena bakteri sulit tumbuh dalam kondisi asam.

Sifat Fisik: Tekstur dan konsistensi produk, seperti renyahnya makanan kering atau kelembutan produk yang dipanggang, juga dipengaruhi oleh waktu penyimpanan.

2. Jenis Kemasan

Bahan Kemasan: Bahan kemasan yang digunakan (misalnya plastik, kaca, kertas) harus dapat melindungi produk dari faktor eksternal seperti udara, cahaya, dan kelembapan.

Kedap Oksigen dan Uap Air: Kemasan harus memiliki kemampuan untuk melindungi produk dari masuknya oksigen dan kelembapan, yang dapat menyebabkan oksidasi atau pertumbuhan mikroorganisme.

Kemasan Aktif atau Cerdas: Dalam beberapa kasus, kemasan aktif seperti penggunaan sachet penyerap oksigen atau kemasan cerdas yang bisa menunjukkan indikasi kerusakan produk dapat membantu memperpanjang masa simpan.

3. Faktor Lingkungan Penyimpanan

Suhu: Suhu penyimpanan sangat mempengaruhi masa simpan produk. Produk yang disimpan pada suhu rendah (pendingin atau beku) biasanya memiliki masa simpan lebih lama dibandingkan produk yang disimpan pada suhu ruangan.

Cahaya: Paparan cahaya dapat menyebabkan degradasi produk, terutama produk yang sensitif seperti minyak atau produk dengan vitamin tertentu. Oleh karena itu, kemasan yang buram atau kedap cahaya sering kali diperlukan.

Kelembapan: Kelembapan udara dapat mempengaruhi produk, terutama produk kering yang bisa menjadi lembek atau rusak jika terpapar kelembapan berlebih.

Kontaminasi Udara: Oksigen di udara dapat menyebabkan oksidasi yang menurunkan kualitas produk, misalnya membuat lemak menjadi tengik. Penting untuk mengendalikan kontak produk dengan udara.

4. Penggunaan Pengawet dan Teknologi Pengawetan

Bahan Pengawet: Penggunaan bahan pengawet alami atau sintetis, seperti asam benzoat, natrium nitrit, atau asam sorbat, dapat memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

Teknologi Pengawetan: Teknologi seperti pengemasan vakum, iradiasi, pengeringan, atau penggunaan atmosfer modifikasi (MAP) dapat digunakan untuk memperpanjang masa simpan produk dengan menghambat pertumbuhan bakteri, ragi, dan jamur.

5. Uji Stabilitas dan Uji Masa Simpan

Uji Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi: Sebelum menetapkan masa simpan, produk harus diuji secara laboratorium untuk mengetahui perubahan yang mungkin terjadi selama penyimpanan, termasuk perubahan warna, tekstur, rasa, aroma, dan kandungan gizi. Selain itu, uji mikrobiologi dilakukan utk memastikan keamanan produk dari pertumbuhan patogen.

Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT): Tes ini dilakukan dengan menyimpan produk di bawah kondisi yg lebih keras (misalnya suhu lebih tinggi) utk mempercepat reaksi degradasi dan menentukan masa simpan berdasarkan hasil tsb.

Real-Time Shelf-Life Testing: Produk disimpan di bawah kondisi penyimpanan normal utk mengamati perubahan secara alami dlm jangka waktu yg sebenarnya.

6. Peraturan dan Standar Keamanan Pangan

Standar Nasional dan Internasional: Masa simpan harus sesuai dengan regulasi yang berlaku di negara tempat produk dijual. Misalnya, di Indonesia ada peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengatur keamanan produk pangan olahan.

Keamanan Produk: Masa simpan harus mempertimbangkan batas waktu di mana produk tetap aman untuk dikonsumsi, tidak hanya dari segi rasa dan tekstur, tetapi juga dari segi kesehatan. Produk harus tetap bebas dari mikroorganisme patogen atau toksin selama masa simpan yang ditentukan.

7. Jenis Produk dan Potensi Risiko Kerusakan

Produk Segar vs Produk Olahan: Produk segar, seperti sayuran, buah-buahan, atau daging, memiliki masa simpan yang lebih pendek dibandingkan produk yang telah diolah atau diawetkan seperti makanan kaleng atau kering.

Produk yang Rentan Oksidasi: Produk yang mengandung lemak atau minyak, seperti kacang, biji-bijian, atau makanan yang digoreng, rentan terhadap oksidasi, yang dapat menyebabkan ketengikan.

Produk dengan Kandungan Gula Tinggi: Produk dengan kandungan gula tinggi, seperti selai atau permen, cenderung lebih stabil karena gula dapat berperan sebagai pengawet alami dengan menurunkan aktivitas air.

Rantai Dingin (Cold Chain): Jika produk memerlukan suhu rendah selama penyimpanan dan distribusi, seperti produk susu atau daging, maka sistem rantai dingin harus dipastikan berjalan dengan baik dari produsen hingga konsumen.

Kemungkinan Pemaparan Faktor Luar: Proses distribusi, penyimpanan di toko, dan penanganan oleh konsumen harus diperhitungkan karena produk mungkin terpapar kondisi yang lebih keras selama tahap-tahap ini.

9. Label dan Informasi Masa Simpan

Tanggal Kedaluwarsa atau "Best Before": Informasi masa simpan harus jelas dan informatif pada label produk, sehingga konsumen mengetahui kapan produk tersebut aman dikonsumsi.

Penyimpanan yang Dianjurkan: Label harus mencantumkan kondisi penyimpanan yang tepat (misalnya "Simpan di tempat sejuk dan kering" atau "Simpan di lemari es setelah dibuka") untuk membantu konsumen mempertahankan kualitas produk.

Cara Mencantumkan Masa Simpan di Label

Menurut Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan masa simpan yang dinyatakan dalam label pangan olahan sebagai keterangan kedaluwarsa, dengan ketentuan:

  • Informasi harus jelas dan mudah terbaca.

  • Masa simpan harus dicantumkan dalam bahasa Indonesia dan menggunakan istilah yang diakui seperti "Baik digunakan sebelum" atau "Gunakan sebelum".

  • Posisi masa simpan harus terlihat jelas, tidak terhalang oleh desain label lainnya.

Manfaat Mencantumkan Masa Simpan dengan Benar

Bagi pelaku usaha, mencantumkan masa simpan dengan tepat tidak hanya untuk kepatuhan regulasi tetapi juga membantu membangun kepercayaan konsumen. Konsumen akan lebih percaya pada produk yang memiliki informasi masa simpan yang jelas, sehingga mengurangi risiko keluhan konsumen terkait keamanan dan kualitas produk.

Kesimpulan

Memahami dan mencantumkan masa simpan pada produk pangan olahan adalah langkah penting yang tidak hanya menjamin keamanan pangan tetapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk Anda. Dengan mengikuti panduan dari BPOM dan memanfaatkan teknologi modern, pelaku usaha dapat memastikan produknya tetap kompetitif di pasar yang semakin ketat.


Sumber

  • Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2018). Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. BPOM.

  • Seid, M., Mazaheri, M., & Yavarmanesh, M. (2022). Shelf life estimation of processed food products: Methods and regulations. Food Control Journal, 45(1), 12-20. https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2022.108245

  • Roberts, D. (2021). Food labeling for shelf life: Practical guidelines. Journal of Food Safety, 34(3), 203-217. https://doi.org/10.1111/jfs.12780



Lihat Lainnya